Selasa, 08 Maret 2016

Cukuplah Allah Bagiku maka Cukuplah Aku

Cukuplah Allah Bagiku maka Cukuplah Aku Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Hari Sabtu, hari nasional tanpa buku. Ah itu dulu. Sekarang kapan pun, hari apa pun, jam berapa pun, aku harus rela menunda istirahatku hanya demi ngejar-ngejar dosen pembimbing yang super sibuk. Ternyata begini repotnya nyusun skripsi. Juga hari ini. Bu Lia memintaku datang ke kampus. Itulah alasan kenapa aku di sini sekarang. Tepat di depan kantor jurusan Pendidikan Seni Rupa UPI.
Aneh sekali. Skripsiku ini lagi-lagi tak luput dari dosa-dosa kecil penggunaan EYD. Perbaikan lagi. Cetak ulang lagi. Keluar uang lagi. Intinya akhir minggu di bulan ini uangku semakin menipis.
Aku berjalan menuju kantin. Kampus tidak seramai biasanya, tentu saja. Aku sudah menginjak anak tangga terakhir. Lelah juga naik turun tangga lantai tiga. Di hari Sabtu ini tak sedikit yang datang ke kampus. Dua orang duduk di kursi dekat pintu masuk, satu orang sedang baca mading, beberapa orang mengotak-atik komputer tempat cek nilai, dan satu orang yang baru masuk gedung ini dan menyapa orang disana-sini. Pak Ridwan.
“Pagi Re!” giliran ia menyapaku.
“Pagi Pak!” aku tersenyum.
“Aaaah bapak apaan? Cuma beda satu tahun juga. Mau kemana?”
“Hehe. Ke kantin dulu Pak.”
Aku pergi setelah berpamitan. Heuheu. Siapa sangka kakak tingkatku saat SD yang pernah satu kelas denganku gara-gara ia tinggal kelas, sekarang malah melompatiku jauh sekali. Kuliahnya selesai dalam waktu tiga setengah tahun
... baca selengkapnya di Cukuplah Allah Bagiku maka Cukuplah Aku Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Kamis, 03 Maret 2016

Wiro Sableng #7 : Tiga Setan Darah & Cambuk Api Angin

Wiro Sableng #7 : Tiga Setan Darah & Cambuk Api Angin Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Karya: Bastian Tito

PEMUDA baju biru itu berdiri dengan gagahnya di puncak bukit. Angin dari timur bertiup melambai-lambaikan rambutnya yang gondrong menjela bahu. Sepasang matanya sejak tadi hampir tiada berkesip memandang lekat-lekat ke arah utara di mana berdiri dengan megahnya pintu gerbang Kotaraja.

Sudah hampir setengah hari dia berada di puncak bukit itu. Sudah jemu dan letih matanya memandang terus-terusan ke arah pintu gerbang. Namun manusia-manusia yang ditunggunya belum juga kelihatan muncul. Sebetulnya dia bisa menuruni bukit itu dan langsung memasuki Kotaraja. Tapi dia ingat pesan gurunya, di Kotaraja penuh dengan hulubalang-hulubalang Baginda, bahkan tokoh-tokoh silat kelas satu pentolan-pentolan Istana, banyak orang sakti berilmu tinggi sehingga menyelesaikan perhitungan di dalam Kotaraja sama saja mencemplungkan diri ke dalam jebakan dimana dia tak mungkin lagi akan keluar. Kalaupun ada jalan ke luar maka itu ialah jalan kepada kematian! Dia menunggu lagi. Sekali-sekali dia memandang ke jurusan lain untuk menghilangkan kejemuan dan kelesuan matanya. Kemudian bila dia memandang pada dirinya sendiri, memperhatikan tangan kirinya yang buntung sebatas siku maka disaat itu ingatlah dia akan ucapan gurunya sewaktu dia hendak meninggalkan pertapaan.

"Hari ini kuperbolehkan kau meninggalkan tempat ini, Pranajaya. Tapi kelak dikemudian hari kau musti kembali kemari untuk menun
... baca selengkapnya di Wiro Sableng #7 : Tiga Setan Darah & Cambuk Api Angin Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Entri Populer